Ketua Gapensi Provinsi NTB, Kukuh Sugiarto mengatakan, Gapensi NTB menyoroti pekerjaan fisik yang dilakukan oleh sekolah-sekolah secara swakelola. “Dimana yang mengelola adalah pihak sekolah dan komite, walaupun kemudian mereka menunjuk konsultan atau kontraktor, tetapi itu tidak secara tender terbuka,” katanya.
Pelaksanaan proyek dengan sistem swakelola ini menurutnya berisiko.Pertama, yang melakukan pekerjaan adalah orang atau badan usaha yang tidak tersertifikasi secara strandar. Sehingga implikasinya adalah kualitas proyek dan keamanan bangunan. “Saya harap pemerintah itu memperhatikan hal-hal seperti ini. Alasannya sih petunjuk dari Kementerian. Tetapi bisa dibicarakan supaya kembali kepada badan usaha yang bersertifikasi, tenaga yang bersertifikasi. Sehingga bangunan yang dibuat berstandar,” katanya.
Dan yang paling penting, lanjut Kukuh, para kontraktor yang sudah bersusah payah memenuhi segala syarat dan aturan. Tetapi justru tidak diundang untuk melaksanakan proyek fisik oleh pemerintah. “Kalau ndak dapat pekerjaan masih lumayan. Tapi ini tidak diundang sama sekali. Ini yang tidak adil,” katanya. Sementara, orang ada badan usaha yang tidak terbebani dengan syarat-syarat yang dibuat sendiri oleh pemerintah, seperti kesediaan tenaga kerja, kualifikasi, dan sertifikat badan usaha, justru merekalah yang diberikan porsi untuk melaksanakan pekerjaan melalui sistem swakelola. Karena itu, Gapensi NTB mengingatkan kepada pemerintah untuk melaksanakan aturan/ketentuan yang sudah dibuatnya sendiri.
Sebagai gambaran umum dunia konstruksi saat ini, kontraktor konstruksi baik jalan, gedung, drainase, maupun bendungan kondisinya saat ini dihadapkan pada tantangan, bahwa dana-dana pemerintah difokuskan untuk penanganan gempa tahun 2018, dan covid-19 sejak tahun 2020 hingga sekarang. “Tahun depan juga sudah masuk tahun politik. Jadi eksistensi pengusaha lokal di bidang konstruksi harus bersaing ketat, baik dari yang kecil, menengah, dan yang besar untuk merebut kue yang sedikit ini,” katanya.
Jumlah kontraktor di NTB yang menjadi anggota Gapensi NTB mencapai seribuan kontarktor. Sebagian besarnya (85 persen) adalah kontraktor kecil. Lanjut Kukuh, ia menyatakan prihatin dengan kondisi kontraktor di daerah ini. Karena proyek-proyek yang ada di daerah sebagian besar direbut oleh perusahaan-perusahaan konstruksi pelat merah (BUMN). “Karena itu, saya harap sih pemerintah lebih banyak menciptakan pekerjaan yang bisa dinikmati oleh pengusaha lokal,”Pungkasnya. (Tim)